1)
Aku ingin
mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara
bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains, aku ingin menghirup rupa-rupa pengalaman
lalu terjun bebas menyelami labirin liku-liku hidup yang ujungnya tak dapat
disangka, aku mendamba kehidupan dengan kemugkinan -kemungkinan satu sama lain
seperti benturan molekul uranium.
2)
Aku mengharu
biru tak kala kesepian merayap mencekam dermaga jiwa.
3)
Aroma
kelicikan begitu terasa dirona wajah sengkuni.
4)
Angin
berbisik, berembus sepoi – sepoi basa.
5)
Anaknya baru
saja meloncati nasib merebut pendidikan.
6)
Api menikmati
makanan lezatnya.
7)
Api tak
peduli , ia terus mengunyah apa yang masih bisa dikunyah.
8)
Awan tipis
berarak diangkasa ,melaju menuju tepi langit.
9)
Awan tipis
berkejaran , pucuk cemara meliuk – liuk diterpa angin yang berhembus.
10)
Badannya yang
kurus kering serta mukanya yang pucat pasi, menandakan hidupnya penuh derita.
11)
Batu itu
sungguh elok seumpama kalung berlian yang menghiasi leher ratu jin sara’.
12)
Batinku
nelangsa berdarah – darah tiada daya mana kala ia sirna terbang mencampakan
asmara.
13)
Berselimut
kemalasan sampai siang menjelang.
14)
Bibir laki –
laki itu gemeter menahan gelombang – gelombang air yang menggedor – gedor kelopak
matanya agar lekas keluar dan membanjiri bingkai – bingkai wajah yang tertahan
oleh tangis.
15)
Buah dari
tumbuhan yang telah ditanam para leluhur mereka.
16)
Bintang-bintang
yang berserak menghias langit malam bertaburan diatas mereka , desir angin
dengan rinai alami kadang menerpa wajah
susi , langit jakarta malam itu begitu bersahabat bintang-bintang yang
memayungi dan terus menyapa susi .
17)
Bunyi meriam
itu seolah – olah hendak membelah bumi.
18)
Butiran
Bening yang sekuat tenaga ditahannya
menitik saat mereka beradu pandang.
19)
Bunyi guruh
bersahut – sahutan , seperti hendak melumat
jagat.
20)
Bulan
bersembunyi dibalik awan, bintang pun tersenyum melihat dewi malam itu.
21)
Berlabuh
untuk kemanusiaan.
22)
Berharap pada
sang khalik yang sewaktu-waktu dapat menghentikan peperangan dan meredam amukan
bom , rudal yang membabi buta.
23)
Beribu – ribu
orang menyemut memenuhi tanah lapang.
24)
Berbisik
laksana awan , marah laksana topan, memekakan laksana gunung berapi, diam
tenang laksana danau ditengah rimba raya.
25)
Burung –
burung berterbangangan dilangit , kian kemari memamerkan kebiasanya.
26)
Burung pipit
berloncatan dari dahan ke dahan , mencari mangsa.
27)
Bola matahari
kemerahan dilangit barat. Gumpalan awan membiaskan sinar kebumi.
28)
Cahaya
matahari seolah menyepuh atap –atap rumah . gedung, menara-menara dan kendaraan
yang berlalu lalang dijalan.
29)
Dan tak kala
ekor mataku menangkapsepatu aku menelan ludah.
30)
Daun nyiur
menari – nari tertiup angin.
31)
Dari arah
timur diantara gedung-gedung bertingkat muncul cahaya kemerahan yang perlahan
menjadi kekuning-kuningan matahari seolah tersenyum pada bumi
32)
Dia ikan lele
yang menggeliat dalam timbunan lumpur beku kemarau sekolah kami yang telah
bosan dihina.
33)
Dititik
tinggi siklus komedi putar dimasa keemasan itu , penumpangnya mabuk ketinggian
dan tertidur nyenyak melanjutkan mimpi gelap yang ditiupkan kolonialis.
34)
Duri – duri
pasir mengubur semua kehidupan
35)
Dilangit awan
bergumpal – gumpal matahari lenyap tersaput kegelapan
36)
Hari pekat,
angin berdesau lembut.
37)
Hamparan
pasir nan luas, seolah menutup mataku.
38)
Hamparan
rumput dihalaman menyentuh lembut bibir jalan dijalan raya dengan tinggi yang
sama.
39)
Hanya saja
ada keperihan diam-diam mengiris hati karena kepura-puraan.
40)
Hujan
tercurah bagai tumpah dari langit.
41)
Impian yang
hancur luluh lantak, tak tersisa. Langit menangis , bumi menjerit bergejolak bagai penari yang kehilangan
kendalinya untuk menari – nari , dan berputar – putar.
42)
Kabut yang
melayang rendah tampak seperti tirai yang bergayut dicabang pepohonan.
43)
Kami seperti
sekawanan tikus yang paceklik dilumbung padi.
44)
Kami menari
seperti orang yang dirasuki iblis yang paling jahat seperti lucifer sang raja
hantu.
45)
Ketika
pusaran angin menusuk permukaan laut.
46)
Ketika beliau
angkat bicara tak dinaya , meluncurlah mutiara – mutiara nan puitis sebagai
prolog penerimaan selamat datang penuh atmosfer suka cita disekolah sederhana.
47)
Kini, daging
– dagingku telah lama termakan kelelahan dan penderitaan hidup.
48)
Langit hitam
pekat ,sesekali guntur mengguruh di udara merontokan butir - butir air kebumi.
49)
Maka layar
pun digulung dan drama dimulai.
50)
Malam
merangkak begitu perlahan.
51)
Malam terang
bulan perak sebesar semangka seperti bertengger dilangit dikelilingi
bintang-bintang.
52)
Malam yang
cerah , bintang bertaburan dilangit purnama keemasan seperti talam emas
mengambang diangkasa.
53)
Malam terang
, bulan perak sebesar semangka seperti bertengger dilangit dikelilingi
bintang-bintang
54)
Matahari
bergeser dari titik tengah.
55)
Mengalirlah
kata – kata indah yang memukau,kata – kata yang beliu pilih seolah – olah butir
– butir hujan yang menyejukan kemarau berbulan – bulan dihati kami.
56)
Menimbulkan
godaan bagi anak – anak listrik dilangit untuk iseng – iseng berkunjung mencium
tanah belitung.
57)
Membebaskan
negeri ini dari cengkraman kuku penjajah.
58)
Membuat
hatiku ngilu.
59)
Menepis embun
yang kering , mengupas kulit yang sudah
rusak , memakan daging yang telah menjadi bangkai, mencium aroma bunga berduri,
meminum air darah.
60)
Mereka
bersila dibawah jilatan sinar lampu teplok yang meliuk-liuk ditiup angin.
61)
Mereka adalah
kesatria tanpa pamrih , pangeran keikhlasan dan sumur jernih ilmu pengetahuan
diladang yang ditinggalkan.
62)
Ombaknya
berbuih putih bergelombang naik turun, berkejar-kejaran menampakan keriangan
yang sangat menawan
63)
Orang kaya
tidak mati mereka menyuap izrail. Ibrahim ashi
64)
Prahu pelan –
pelan menembus benteng kabut yang tebal.
65)
Pasir putih
tampak berkilau seumpama butiran-butiran emas yang lembut berkilauan diterpa
sinar matahari senja.
66)
Rembulan
pucat lalu langit mendadak jatuh.
67)
Saat langit
berwarna merah saga dan kerikil perkasa berlarian meluncur bersama teriakan
takbir.
68)
“ sepatu” itu
seolah cermin yang memantulkan ingatanku tentang mimpi yang masih menggelayut
dibenakku hingga detik ini, ‘’ sepatu’’.
69)
Sebuah sinar
menyiramkan sinar tepat diatas kepalanya.
70)
Sesungguhnya
manusia tidak melihat matahari yang keemasan, dan fajar yang keperakan, mereka
juga tidak pernah menghirup udara pagi yang segar matahari milik manusia hanya
berwujud emas-emas yang tercetak dalam uang logam. Fajar mereka pun berwujud
perak-perak yang menghiasi perabot rumah mereka, udara yang mereka hirup hanya
ketamakan keserakahan dan kesombongan yang kemudian memenuhi rongga dada
mereka.
71)
Sepedanya
terlihat gagah membelah jalanan.
72)
Senja hari.
Dibarat langit merah membara , bersaput awan tipis.
73)
Senja sudah
turun , langit dipulas warna jingga.
74)
Senyumnya
sepahit madu.
75)
Semangatnya
berkobar – kobar , pantang surut sebelum cita – citanya tercapai.
76)
Suaranya
merdu merayu menyentuh anak telinga.
77)
Suara sitar
itu menyayat – nyayat berderai seperti hati yang sepi , meraung seperti jiwa
yang tersesat karena khianat cinta, merintih seperti arwah yang tidak diterima
dibumi.
78)
Sunyi
bertambah sunyi ketika malam datang membawa selimut hitamnya untuk memeluk
bumi.
79)
Tak lama
kemudian seberkas sinar menyelinap diantara gumpalan awan hitam, meningintip
dari gumpalan – gumpalan awan hitam.
80)
Tak lupa
terangkai kalimat basa – basi yang berisi tanda terima kasih.
81)
Tak
terbayangkan kini ia tengah melihat pancaran api itu seakan – akan menembus
langit ketujuh.
82)
Tetapi langit
tetep menyimpan awan tidak ada tanda – tanda bintang sebutir pun.
83)
Ternyata
seonggok daging , tulang yang rapuh , rapuh karena ada kemunafikan yang
menyelimuti onggokan daging dan tulang yang berbentuk tubuh manusia.
![]() |
84)
Tiba – tiba
kilat bersabung lidah apinya menjilati
seluruh permukaan langit.
85. fajar mengintip disela birunya bukit.
86. semburat merah merayapi angkasa raya.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar